Last Updated on July 7, 2017 by Tongkrongan Islami
Nazar Bakry sependapat dengan DR. Mahmud Syaltut yang menyatakan, bahwa segala jenis penghasilan dikenakan wajib zakat, yang dalam hal ini ada yang mengqiaskan zakatnya dengan zakat pertanian atau perkebunan yang telah ditetapkan zakatnya (termasuk nishab, haul dan persentase zakatnya) oleh nash al-Qur’an dan Hadist Nabi. Ada pula ulama atau cendekiawan Muslim yang mengqiyaskan zakatnya dengan zakat perdagangan, yang sudah tentu prosentase zakatnya lebih rendah (2,5% setahun). Demikian pula segala jenis yang modal utama usahanya tetap (tidak berputar), seperti industri-industri berat dengan mesin-mesin raksasa dan segala peralatannya, dan usaha perhotelan dengan bangunan-bangunan yang megah dan mewah, sebaiknya diqiyaskan dengan usaha perkebunan atau pertanian yang memakai alat mekanik, jadi zakatnya 5% setiap berproduksi, bukan 2,5% setahun.
Mengenai penghasilan dari pegawai negeri atau swasta dan yang mempunyai profesi modern seperti pengacara, konsultan, kontraktor dan lain sebagainya, lebih dekat diqiyaskan dengan zakat perdagangan, karena sama-sama menjual, yang satu menjual barang (perdagangan) sedangkan yang lain menjual jasa dan sama-sama mengandung resiko (untung atau rugi).
Para sahabat dan tabi’in memang berbeda pendapat dalam harta penghasilan, sebagian mempersyaratkan adanya masa setahun, sedangkan sebagian yang lain tidak mempersyaratkan satu tahun itu sebagai syarat wajib zakat, tetapi wajib pada waktu harta penghasilan tersebut diterima oleh seorang muslim. Perbedaan mereka itu tidak berarti bahwa salah satu lebih baik dari yang lain, oleh karena itu maka persoalannya dikembalikan pada nash-nash yang lain dan kaidah-kaidah yang lebih umum.
Sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwa semua jenis penghasilan yang halal yang diperoleh setiap individu muslim wajib dizakati (antara 2,5% sampai 10%), apabila netto telah mencapai batas minimum wajib zakat (nishab) dan jatuh tempo (haul). Karena itu hasil zakat dapat menjadi sumber dana tetap yang cukup potensial untuk membantu membiayai pembangunan umat dan negara.
Daftar Rujukan
Yusuf Qardawi, Fiqhus Zakat, Terj. Salman Harun, et.al., Hukum Zakat, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, Cet. ke-10, 2007.
Wahbah al-Zuhayliy, Al-Fiqh al-Islami Wa ’Adilla,Terj. Agus Efendi dan Bahrudin Fanani ‘‘Zakat Kajian Berbagai Mazhab’’, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, Cet. ke-1, 2000.
Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani Press, Cet. ke-1, 2002.
isi materi sangat menarik dan dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk diri pribadi dan kawan-kawan pengelola LAZ.