muzakki-dan-8-orang-yang-berhak-menerima-zakat-firtah/

Tongkrongan Islami – Para ulama sepakat bahwa setiap orang Islam dikenai kewajiban zakat dari harta yang mereka miliki (Q.S At-Taubah 103) selama memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan.

Begitu juga kewajiban mengeluarkan zakat fitrah di setiap bulan ramadhan, baik laki-laki atau wanita, anak-anak atau orang dewasa, hamba sahaya atau orang merdeka, berdasarkan hadits Ibnu Umar yang berbunyi:

“Sesungguhnya Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah pada setiap orang Islam, baik merdeka atau budak, baik laki-laki atau perempuan, baik anak-anak atau orang dewasa, sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum”.(HR. Imam Muslim)

Ada ketentuan yang harus terpenuhi bilamana seseorang ingin menunaikan zakat mal (harta) maupun zakat fitrah. Jika zakat mal, ketentuan utama yang harus terpunihi adalah melebihi kebutuhan pokok, harta tersebut berkembang, mencapai nisab dan haul, maka zakat fitrah memiliki perbedan.

Zakat fitrah diwajibkan kepada seseorang jika ia memenuhi kedua syarat berikut: yaitu Islam dan mempunyai kelebihan makanan (uang seharga makanan) dari keperluannya di malam hari raya idul fitri.

Di dalam Bidayatul Mujtahid dijelaskan ada tiga syarat wajib zakat fitrah yaitu: Islam, Menemui waktu terbenamnya matahari, hari penghabisan bulan Ramadhan, Mempunyai kelebihan harta daripada keperluan makanan untuk dirinya sendiri dan untuk yang wajib dinafkahi pada saat kewajiban pembayaran zakat ini datang.

8 Golongan Mustahik / Orang Yang berhak Menerima Zakat

Dalam surat at Taubah ayat 60, ada 8 kriteria penerima zakat. Delapan golongan inilah yang berhak menerima zakat dan tidak bisa diberikan kepada golongan selain ini. Dalam surat at Taubah ayat 60 yang menerangkan delapan asnaf tersebut, Allah berfirman:

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya (untuk memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah, dan orang- orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.(QS. At Taubah: 60)

Yang berhak Menerima Zakat Dalam ayat tersebut terdapat 8 golongan atau orang yang berhak menerima zakat di antaranya adalah:

Fakir

Fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan pekerjaan untuk mencukupi beban hidup sehari-hari. Untuk makanan sehari-hari pun ia tidak cukup, kesusahan dalam mencari lapangan pekerjaan dan lain sebagainya.

Orang Miskin

Fakir dan miskin sebenarnya dalam keadaan yang sama, sama- sama tidak punya, sama-sama tidak mampu, tidak berkecukupan, melarat dan sengsara. Tetapi orang fakir lebih melarat dari pada orang miskin. Orang miskin kadang-kadang juga masih mempunyai pekerjaan yang layak, seperti terdapat dalam kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir.

Pada saat Nabi Khidir menjawab pertanyaan Nabi Musa mengapa sebuah perahu dilubangi, dia mengatakan bahwa perahu itu merupakan kepunyaan orang-orang miskin yang usaha di laut. Ayat ini memberi petujuk bahwa orang yang pekerjaannya sebagai nelayan yang mempunyai perahu itu adalah orang miskin.

Amil (Pengurus Zakat),

Yang termasuk dalam pengurus yaitu orang yang ditugaskan untuk memungut, mengumpulkan dan membagikan zakat. Karena tugas amil zakat ini, mereka termasuk ke dalam orang yang berhak menerima zakat.

Muallafatu Qulubuhum

Muallafatu Qulubuhum yaitu orang-orang yang ditarik hatinya supaya jatuh hati pada Islam, dan diharapkan mau masuk Islam. Menurut Prof. Dr. Buya Hamka, orang-orang yang ditarik hatinya disini terbagi menjadi dua jenis, yaitu kalangan orang Islam sendiri dan dari kalangan orang non Islam.

Beliau mencontohkan dari kalangan orang Islam sendiri yang patut mendapat bantuan zakat besar ialah muslimin yang tinggal di tapal batas diantara negeri kuasa Islam dengan negeri kuasa musuh.

Oleh karena mereka itu bisa terombang ambing, apakah akan masuk dalam perlindungan pemerintahan kafir ataukah akan tetap dalam perlindungan Islam. Sedangkan contoh dari kalangan non Islam adalah seperti yang dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar yang memberikan zakat dalam jumlah yang besar kepada seorang pemuda Nasrani dan pemuda Persia yang bernama ‘Aid bin Hakim dan Zabar bin Badar.

Keduanya adalah orang yang baru masukl Islam. Dan dengan pemberian zakat itu untuk memperdalam pengaruh mereka dalam kalangan kaum mereka agar tertarik kepada Islam.

Riqob (Untuk Melepaskan Perbudakan)

Di masa lalu saat masih menggunakan sistem perbudakan, agama Islam menyediakan harta zakat untuk menebus dan memerdekakan budak. Dengan adanya “dana khusus” ini menunjukkan betapa besar perhatian Islam untuk membebaskan dunia dari sistem perbudakan. Dan pada saat ini kita sudah tidak menemukan lagi system perbudakan Seperti yang terdapat pada masa-masa permulaan Islam.

Ghorim (Orang yang Berhutang)

Orang yang berhutang dan sudah terdesak, sedang dia tidak sanggup membayarnya, dapat melaporkan nasibnya pada panitia zakat, baik bantuan tersebut berupa pembayaran secara keseluruhan atau hanya sebagian.

Sabilillah (Orang yang Berjuang dijalan Allah)

‘Ulama-‘ulama zaman dahulu memberi arti sabilillah adalah orang-orang yang melakukan perjuangan perang, tetapi sesuai dengan perkembangan zaman.Termasuk sabilillah adalah segala usaha untuk menegakkan dan mengembangkan agama. Bahkan Imam Ahmad memasukkan pergi haji sebagai sabilillah, sehingga berhak menerima zakat.

‘Ulama-‘ulama yang mengorbankan waktunya untuk memperdalam pengetahuan agama Islam dan memipin orang banyak, menurut Sayid Hasan Shadiq Khan Bahadir, termasuk juga dalam kategori sabilillah, meskipun ia orang kaya.

Ibnu Sabil (Orang yang sedang dalam Perjalanan)

Orang-orang yang sedang melakukan perjalanan untuk menambah pengetahuan, pengalaman, persahabatan, berhak menerima zakat. Jika seorang sedang melakukan perjalanan dengan tujuan maksiat, maka haram baginya menerima zakat. Meskipun orang itu orang yang kaya di kampungnya, ketika sedang melakukan perjalanan berhak pula menerima zakat sebagaimana hadits Rasulullah SAW:

Artinya: “Dari Abu Said ia berkata “Rasulullah SAW telah bersabda ‘zakat itu tidak halal/pantas bagi orang kaya terkecuali untuk jalan Allah atau orang yang sedang dalam perjalanan atau untuk tetangga fakir yang disedekahkan kepadanya, kemudian memberikan lagi kepadamu atau ia mengundangmu.

Perbedaan Pendapat Ulama Terhadap Penerima Zakat Mal dan Zakat Fitrah

Para ‘ulama telah bersepakat dalam pembagian zakat fitrah yang dibagikan kepada delapan asnaf. Berbeda dalam pembagian zakat mal yang tidak ada perselisihan diantara ‘ulama.

Dalam pembagian zakat fitrah, terdapat perbedaan dikalangan ‘ulama tentang siapa saja yang berhak menerima zakat fitrah. Ada tiga pendapat yang berbeda mengenai persoalan ini yaitu:

Pertama: Pendapat yang mewajibkan zakat fitrah dibagikan kepada asnaf delapan secara merata. Pendapat ini merupakan pendapat golongan Syafi’i. Mereka menganggap zakat fitrah sama halnya dengan zakat mal, sehingga dalam pembagiannya juga harus sama halnya dalam pembagian zakat mal, yaitu kepada delapan asnaf yang telah disebutkan dalam surat at Taubah itu.

Kedua: Pendapat yang mewajibkan pemberian zakat fitrah dikhususkan kepada orang fakir saja, bukan kepada asnaf lainnya. Pendapat ini merupakan pendapat Imam Malik, salah satu pendapat dari Imam Ahmad, didukung oleh Ibnu Quyyim dan seorang gurunya, yaitu Qosim dan Abu Thalib. Pendapat mereka ini didasarkan pada hadits. Artinya: “Selamatkanlah mereka (kaum fakir miskin) dari keliling (meminta-minta) pada hari ini”. (H.R. Baihaqi dan Daruquthni)

Menurut Ibnu Qayyim, pengkhususan zakat fitrah bagi orang-orang miskin saja merupakan penghargaan dari Nabi kepada orang-orang miskin itu. Beliau menambahkan bahwa nabi tidak pernah membagikan zakat fitrah sedikit-sedikit kepada golongan yang delapan, Nabi juga tidak pernah menyuruhnya.Tetapi pada saat Nabi itu zakat fitrah yang terkumpul dibagikan kepada dua golongan saja yaitu fakir dan miskin. Oleh karena itu, menurut Ibnu Qoyyim, zakat fitrah tidak boleh diserahkan kecuali kepada fakir dan miskin saja.

‘Ulama-‘ulama ini juga menjelaskan pendapatnya dengan sebuah hadits riwayat Ibnu Abbas yang berbunyi: yang artinya:“Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah untuk membersihkan orang yang berpuasa dari omongan yang tidak ada manfaatnya dan omong kotor, serta memberi makanan pada orang-orang miskin, dan barang siapa membayarnya sebelum shalat, maka itu adalah zakat yang diterima, dan barang siapa yang membayar sesudahnya, maka itu adalah shodaqoh dari shodaqoh ” (HR. Abu daud dan Ibnu Majah)

Dalam hadits tersebut fungsi pengeluaran zakat fitrah , salah satunya adalah untuk memberi makanan kepada orang-orang miskin yang dalam kesehariannya mengalami kesulitan untuk makan, bukan kepada asnaf lain.

Ketiga: Pendapat yang memperkenankan pembagian zakat fitrah kepada asnaf yang delapan tetapi lebih mengkhususkan pada golongan fakir miskin. Pendapat ini merupakan pendapat dari jumhur ‘ulama. Menurut mereka zakat fitrah dibagikan kepada delapan asnaf karena zakat fitrah termasuk zakat, jadi dapat dibagikan kepada delapan asnaf yang disebutkan dalam surat At Taubah ayat, akan tetapi akan lebih utama jika dalam pemberian itu lebih didahulukan kepada golongan orang miskin.

Ibnu Amir Ash San’ani salah satu pendukung pendapat ini, memberi tanggapan terhadap alasan yang dikemukakan para ‘ulama yang berpenadapat zakat fitrah hanya boleh dibagikan kepada fakir miskin saja.

Dalam tanggapannya, beliau mengetakan bahwa perkataan Nabi “fitrah itu makanan untuk orang miskin”. Tetapi sekedar penekanan bahwa yang lebih utama dalam pembagian zakat fitrah adalah kepada orang miskin, karena dalam hal zakat mal Nabi pun bersabda ”Di ambillah dari orang kaya, diberikan kepada orang-orang fakir” Meskipun konteks hadits tersebut memerintahkan untuk diberikan kepada golongan fakir, tetapi dalam kenyataannya, zakat mal dibagikan kepada delapan asnaf yang terdapat dalam surat At Taubah ayat 60.

Daftar Rujukan

T. M Hasby Ash Shidiqiey, Pedoman Zakat, Jakarta: Bulan Bintang.
Yusuf Qardawi, Yusuf Qordowi, Hukum Zakat, Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 2002.

Syaih Muhammad Amin Kurdi, Tanwirul Qulub, Bairut. Libanon: Darul Kutub, tth.
Ibnu Rusydi, Bidayatul Mujtahid, Semarang: toha Putra, tth.

Faishol bin Abdul Azis, Nailul Authar, Surabaya: PT. Bina Insani, 1985.
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah Juz I, Bairut, Libanon: Darul Fikr, tth.

Imam Muslim, Shahih Muslim, Semarang: Toha Putra, 1990.
Buaya Hamka, Tafsir Al Azhar Juz x, Jakarta: Pustaka Panji 1983.

Mashuri Sirojuddin Iqbal, al-Minhaajul Mubin fii adillatihin, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994.

Abi Hasan bin Muhammad bin Habib, Al-Khawi al-Kabir, Juz III, Bairut Libanon: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah. Tth.

Suyitno, Heri Junaidi, M. Adib Abdushomad, (eds)., Anatomi Fiqih Zakat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet-I, 2005.

Imam Bukhori, Sahih Bukhari, Dar Al Kutub Libanon.
Yusuf Qordowi, Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan, Jakarta: Gema Insani Pers, 1995.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *